Langsung ke konten utama

Go-Jek, Innovative yet Vulnerable to Hostility

Hello, whoever it is, ga kerasa udah lama BANGET ga nulis, ini pertama kali nya kembali nulis di blog setelah non aktif kurang lebih 5 tahun. Hasrat yang terpendam ini tiba-tiba kembali muncul.

Dan kali ini saya ingin membahas soal Go-Jek, sebuah jasa yang menawarkan berbagai macam bentuk, mulai dari mengantarkan kita dari satu tempat ke tempat lain, membelikan kita makanan, ataupun mengantarkan barang sampai ke tempat tujuan. Namun kali ini saya tidak mau membahas soal Go-Jek ini secara mendalam, karena ada satu hal yang menurut saya miris, Go-Jek ini merupakan sebuah inovasi dan juga menciptakan lapangan kerja, namun kenapa bisa terjadi hal yang menurut saya janggal.





Berawal dari obrolan bersama dua orang teman saya, Fickar dan Sisca, yang tiba-tiba saja menuju ke topik Go-Jek ini, Fickar men-sharekan pengalamannya menggunakan jasa Go-Jek ini dari daerah Benhil menuju Depok. Selama perjalanan, dia mengobrol dengan Driver dari Go-Jek tersebut dan dia menyebutkan bahwa ternyata keadaan ekonomi mereka terbantu sejak munculnya Go-Jek ini. Sistem Share Profit dengan perbandingan 80:20 (80% untuk Driver yang bersangkutan, 20% untuk perusahaan) menjadikan pekerjaan ini sebuah berkah tersendiri dari para Driver Go-Jek, selain itu biaya yang perlu dikeluarkan pun dihitung dari jauhnya jarak tempuh. Bayangkan saja apabila satu orang yang menggunakan jasanya sebesar Rp 40.000, dan dalam satu hari, Driver dapat menjalankan 8 order. Wow, apabila dihitung dalam sebulan penghasilannya sudah diatas Rp 5.000.000.

Selain itu, setiap Driver dibekali dengan sebuah Smartphone yang berfungsi untuk mengetahui order yang masuk. Oh ya, untuk smartphone nya, setiap Driver hanya perlu membayar cicilan sebesar Rp 50.000 per minggu nya, ketika sudah mencukupi, Smartphone tersebut bisa menjadi hak milik. Hal tersebut lah yang menjadikan para "tukang ojek" tertarik untuk mendaftar menjadi Driver dibandingkan menjadi ojek-ojek konvensional yang seringkali mangkal di tempat, berbanding terbalik dengan Go-Jek yang malah dicari oleh penumpang, bukan mencari penumpang atau pesanan.

Innovative yet Vulnerable to Hostility

Mungkin kata-kata diatas lah yang harus dilontarkan kepada Go-Jek saat ini. Mengapa demikian? Karena pada saat yang belum lama saat kami bertiga selesai mengobrol, kami berjalan kaki menuju sebuah warung roti bakar di daerah Kemanggisan, Jakarta Barat. Pada saat itu ada Driver Go-Jek yang tampaknya sedang menunggu order, dan di sekitarnya terdapat beberapa tukang ojek konvensional yang sedang mangkal. Saat itu juga, beberapa tukang ojek tersebut langsung meneriaki Driver tersebut dan menyuruhnya pergi. Betapa kagetnya kami bertiga melihat hal tersebut. Lalu Driver itu langsung menjauh dari kumpulan tukang ojek, dan bersembunyi di balik gerbang kosan dekat kampus. Lalu kami bertiga pun dengan sigap langsung menghampiri driver tersebut dan menanyakan hal yang pasti ditanyakan oleh semua orang, "Kenapa bisa diusir gitu, bang?"

Driver itu hanya dapat menjawab, "Ya, biasa lah mba, mas". "Biasa gimana maksudnya, mas?", tanya saya. Lalu dia kembali menjawab, "Mereka nganggepnya kita ngambil rejekinya karena mereka sepi penumpang sejak adanya Go-Jek ini". 

Kebetulan sekali, tidak lama sesudah saya sudah sampai di warung roti bakar, saya membuka Facebook dan ada yang men-share pengalaman yang hampir sama dengan yang saya lihat, yaitu Driver Go-Jek yang diusir, bahkan dikejar oleh para tukang ojek konvensional. Seram bukan?



 
Dalam hati saya langsung terbesit kata "WAJAR" sekali apabila mereka sepi penumpang ataupun order, saya ingin mengambil contoh dari tukang ojek dekat kantor saya di daerah Kuningan. Untuk menuju ke halte TJ Dukuh Atas dari kantor saya jaraknya hanya sekitar 700 meter. Tukang Ojek konvensional meminta imbalan sebesar Rp 10.000. Bayangkan, dengan jarak sedekat itu, mereka sudah mendapatkan hampir 2 liter bensin, dan luar biasanya lagi, terkadang saat ada penumpang yang mau menggunakan jasa mereka, salah satu dari mereka bahkan dapat mengatakan kalau mereka sedang malas narik, jadi meminta orang lain saja. WTH?!

Dengan hadirnya Go-Jek yang inovatif ini, menurut saya memudahkan masyarakat untuk mendapatkan moda transportasi darat berupa motor untuk menuju satu tempat ke tempat lain dengan harga yang bisa dibilang relatif terjangkau dengan cara yang mudah yakni melalui gadget kita, belum lagi Go-Jek juga dapat menjadi kurir untuk mengantarkan barang kita ke tempat tujuan dengan aman dan cepat. Hal ini sangat kontras dengan keadaan Tukang Ojek Konvensional dimana mereka hanya duduk manis menunggu penumpang yang mau menggunakan jasa mereka, belum lagi omongan mereka yang "judes" yang seringkali membuat penumpang tidak nyaman, dan juga harganya yang terkadang tidak masuk akal.

Oleh karena itu, hal yang terlintas di pikiran saya saat itu juga adalah bahwa Go-Jek merupakan sesuatu yang inovatif, namun sangat rentan mempunyai musuh juga, yakni para ojek konvensional yang merasa "iri" dengan keberadaan mereka. Namun, betapa terkejutnya saya, ketika saya sampai di rumah sambil menulis post ini, pihak Go-Jek langsung mengeluarkan statement bahwa setiap Driver sudah dilindungi dengan asuransi, bahkan mengajak ojek-ojek pangkalan untuk bergabung bersama mereka.



Well, menurut saya, kita sebagai konsumen boleh merasa lega bahwa mereka sudah terlindungi dari ancaman "musuh". Salut dengan pihak Go-Jek yang cepat tanggap dan sangat profesional menanggapi hal tersebut. Semoga sukses selalu untuk Go-Jek, saya sebagai bagian dari masyarakat mendukung penuh inovasi ini.

-Michael-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurassic World, Perfect Nostalgia

Akhirnya setelah 22 tahun Jurassic Park dirilis pada tahun 1993, dan juga 14 tahun setelah Jurassic Park III dirilis pada tahun 2001, film yang dinanti-nanti oleh orang seperti saya muncul juga. Ya, Jurassic World akhirnya diputar di Indonesia mulai tanggal 10 Juni 2015 serempak di seluruh bioskop. WARNING, SPOILER ALERT!

FYI: Perbedaan Mendasar Katolik & Kristen Protestan

Menjadi perdebatan yang akan sangat panjang apabila membicarakan mengapa Katolik dan Kristen Protestan itu berbeda. Banyak sekali yang bertanya, bukankah Katolik dan Kristen Protestan itu sama? Mereka kan memuji Tuhan yang sama, sama sama pergi ke gereja setiap minggunya? Memang kelihatannya "sama", namun sebenarnya Katolik dan Kristen Protestan itu mempunyai banyak perbedaan yang signifikan. Berikut ini akan saya paparkan beberapa perbedaan mendasar yang saya kutip juga dari beberapa sumber yang menurut saya terpercaya dan yang selama ini saya pelajari.

Media Sosial dan Realita

Media Sosial merupakan sebuah inovasi dari teknologi yang memungkinkan masyarakat untuk berbagi dengan sesama, mulai dari foto, video, dan lainnya. Media sosial juga memudahkan para penggunanya untuk dapat saling berinteraksi tanpa harus bertemu satu sama lain, membelah dunia dan juga samudera. Kehadiran media sosial ini juga pastinya akan menghasilkan dampak di dalam masyarakat, baik itu positif maupun negatif. Kira-kira dampak apa saja yang dihasilkan oleh media sosial ini?