Sinetron, mungkin acara televisi inilah yang paling banyak disaksikan oleh masyarakat, baik muda maupun dewasa. Hal ini terlihat dengan banyaknya jumlah sinetron yang ditayangkan di sejumlah stasiun televisi di Indonesia. Saking banyaknya mungkin kita tidak ingat judul-judul dari sinetron tersebut. Dampak dari sinetron ini juga seringkali dikeluhkan oleh para orang tua karena merupakan sesuatu yang negatif.
Baru-baru ini KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia merilis tiga judul sinetron yang dianggap tidak berkualitas berdasarkan indeks kualitas secara khusus untuk tiga jenis program televisi, yakni program berita, sinetron, dan variety show. Ketiga sinetron tersebut adalah Emak Ijah Pengen ke Mekah (SCTV), 7 Manusia Harimau (RCTI), dan Sinema Pintu Tobat (Indosiar). KPI sendiri mempunyai standar penilaian berdasarkan indeks kualitas, yakni 5 (Sangat Berkualitas), 4 (Berkualitas), 3 (Kurang Berkualitas), 2 (Tidak Berkualitas), dan 1 (Sangat Tidak Berkualitas). Emak Ijah Pengen ke Mekah mendapatkan nilai 2,90, 7 Manusia Harimau mendapatkan nilai 2,20, dan Sinema Pintu Tobat mendapatkan nilai 2,90.
Lantas mengapa sinetron seperti 7 Manusia Harimau yang memiliki rating dan share sangat tinggi, bahkan sempat memenangi salah satu penghargaan cukup bergengsi di dunia pertelevisian masih dapat terus ditayangkan padahal mendapatkan nilai yang rendah, bahkan paling rendah diantara ketiga judul sinetron yang dianggap tidak berkualitas. Menurut pandangan saya hal ini terjadi dikarenakan banyaknya iklan yang masuk di dalam program tersebut, yang notabene merupakan sumber penghasilan dari sebuah perusahaan media. Tanpa iklan, media tidak akan mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu, walaupun KPI telah mengeluarkan pernyataan ini namun tetap saja pihak televisi pasti akan mempertahankan eksistensi dari sinetron tersebut, karena memang itulah sumber penghasilannya.
Sekarang mari kita lihat apa saja program terbaik yang dirilis oleh KPI. Kick Andy (Metro TV) mendapatkan nilai 3,89, Mata Najwa (Metro TV) mendapatkan nilai 3,58, dan Indonesia Lawyers Club (TV One) yang mendapatkan nilai 2,32. Melihat dari indeks nilai yang didapatkan dari survey yang dilakukan KPI, program sekelas Kick Andy pun belum menyentuh angka 4 (berkualitas). Padahal apabila dilihat dari konten yang diberikan sudah jelas berbobot, informatif, serta dikemas secara menarik. Lalu mengapa rating dan share dari ketiga program ini jauh di bawah ketiga sinetron di atas? Jawabannya ada di lembaga AC Nielsen selaku lembaga satu-satunya yang menghitung rating dan telah dipercaya oleh dunia.
Hasil dari AC Nielsen menurut saya dianggap paling benar dan komprehensif oleh stasiun televisi sendiri dan juga pemasang iklan. Kembali lagi, program dengan rating dan share yang tinggi pasti akan menarik perhatian para pemasang iklan, berbanding terbalik dengan program yang memiliki rating dan share rendah walaupun dianggap berkualitas. Hal inilah yang menjadi sebuah ironi bukan?
Lalu apa yang harus pemerintah lakukan? Jelas harus lebih tegas mengambil tindakan terhadap program-program acara yang tidak berkualitas tersebut, apalagi mengingat banyak terjadinya kasus-kasus karena meniru adegan-adegan yang ada di sinetron tersebut. Selain itu juga perbanyak program-program berkualitas yang dapat memberikan informasi, meningkatkan moral bangsa, dan juga mendidik. Namun tampaknya hal tersebut masih cukup lama dapat terealisasi mengingat karakter masyarakat Indonesia yang lebih senang untuk menerima tayangan yang berbau kekerasan, kekejaman, dan juga terkadang fantasi yang aneh. Masyarakat sendiri juga harus berubah, semoga dapat terwujud.
-Michael-
Baru-baru ini KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia merilis tiga judul sinetron yang dianggap tidak berkualitas berdasarkan indeks kualitas secara khusus untuk tiga jenis program televisi, yakni program berita, sinetron, dan variety show. Ketiga sinetron tersebut adalah Emak Ijah Pengen ke Mekah (SCTV), 7 Manusia Harimau (RCTI), dan Sinema Pintu Tobat (Indosiar). KPI sendiri mempunyai standar penilaian berdasarkan indeks kualitas, yakni 5 (Sangat Berkualitas), 4 (Berkualitas), 3 (Kurang Berkualitas), 2 (Tidak Berkualitas), dan 1 (Sangat Tidak Berkualitas). Emak Ijah Pengen ke Mekah mendapatkan nilai 2,90, 7 Manusia Harimau mendapatkan nilai 2,20, dan Sinema Pintu Tobat mendapatkan nilai 2,90.
"Bila dicermati dari indikator-indikator penilaian, terlihat sinetron '7
Manusia Harimau' dinilai rendah karena sinetron tersebut tidak
membentuk jatidiri dan watak bangsa yang beriman, bermuatan mistik,
horor dan kekerasan," - KPI
Lantas mengapa sinetron seperti 7 Manusia Harimau yang memiliki rating dan share sangat tinggi, bahkan sempat memenangi salah satu penghargaan cukup bergengsi di dunia pertelevisian masih dapat terus ditayangkan padahal mendapatkan nilai yang rendah, bahkan paling rendah diantara ketiga judul sinetron yang dianggap tidak berkualitas. Menurut pandangan saya hal ini terjadi dikarenakan banyaknya iklan yang masuk di dalam program tersebut, yang notabene merupakan sumber penghasilan dari sebuah perusahaan media. Tanpa iklan, media tidak akan mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu, walaupun KPI telah mengeluarkan pernyataan ini namun tetap saja pihak televisi pasti akan mempertahankan eksistensi dari sinetron tersebut, karena memang itulah sumber penghasilannya.
Sekarang mari kita lihat apa saja program terbaik yang dirilis oleh KPI. Kick Andy (Metro TV) mendapatkan nilai 3,89, Mata Najwa (Metro TV) mendapatkan nilai 3,58, dan Indonesia Lawyers Club (TV One) yang mendapatkan nilai 2,32. Melihat dari indeks nilai yang didapatkan dari survey yang dilakukan KPI, program sekelas Kick Andy pun belum menyentuh angka 4 (berkualitas). Padahal apabila dilihat dari konten yang diberikan sudah jelas berbobot, informatif, serta dikemas secara menarik. Lalu mengapa rating dan share dari ketiga program ini jauh di bawah ketiga sinetron di atas? Jawabannya ada di lembaga AC Nielsen selaku lembaga satu-satunya yang menghitung rating dan telah dipercaya oleh dunia.
Hasil dari AC Nielsen menurut saya dianggap paling benar dan komprehensif oleh stasiun televisi sendiri dan juga pemasang iklan. Kembali lagi, program dengan rating dan share yang tinggi pasti akan menarik perhatian para pemasang iklan, berbanding terbalik dengan program yang memiliki rating dan share rendah walaupun dianggap berkualitas. Hal inilah yang menjadi sebuah ironi bukan?
Lalu apa yang harus pemerintah lakukan? Jelas harus lebih tegas mengambil tindakan terhadap program-program acara yang tidak berkualitas tersebut, apalagi mengingat banyak terjadinya kasus-kasus karena meniru adegan-adegan yang ada di sinetron tersebut. Selain itu juga perbanyak program-program berkualitas yang dapat memberikan informasi, meningkatkan moral bangsa, dan juga mendidik. Namun tampaknya hal tersebut masih cukup lama dapat terealisasi mengingat karakter masyarakat Indonesia yang lebih senang untuk menerima tayangan yang berbau kekerasan, kekejaman, dan juga terkadang fantasi yang aneh. Masyarakat sendiri juga harus berubah, semoga dapat terwujud.
-Michael-
IMO, AC Nielsen pun sebenarnya bukan lembaga yang patut didewakan karena menjadi satu satunya acuan pemasukan dari sebuah program tv. Karena apa? Pertama kita tidak pernah tahu siapa saja yang menjadi respondennya, apakah komposisinya pas antar masing2 kategori. Cuma ya memang sih orang televisi hidup dari rating dan share karena pemasukan akan jauh lebih besar bila hasil TVR dan TVS kita tinggi.
BalasHapusKedua, masalah sinetron yang menjamur di masyarakat. It's hard to believe but they really love this programs. Siapa mereka? Ya itu orang2 dengan kategori C hingga E (dalam acuan nielsen). Masyarakat dengan (maaf) pendidikan dan ekonomi menengah ke bawah lebih menyukai program2 semacam itu ketimbang program talkshow ataupun berita yang dianggap memusingkan. Mereka membutuhkan hiburan dan hiburan satu-satunya yang bisa didapat ya dari TV. Dan konon katanya jumlah responden kategori C-E memang lebih banyak jadi ya begitulah hasilnya. Selama rating dan share masih dijadikan Tuhan oleh insan pertelevisian, ya akan begini begini aja jadinya.
Hahaha pardon my statement *lanjut blog walking*
AC Nielsen emang sebenarnya ga patut didewakan, tapi mereka merupakan satu-satunya lembaga yang "dipercaya" oleh industri televisi dalam perihal rating & share (ironis).
HapusMiris juga ngeliat fakta bahwa masyarakat kategori C sampai E lah yang merupakan "penyumbang" terbesar di rating & share sinetron, tapi mau di apakan lagi, media hiburan buat mereka yang murah hanya bisa didapat di televisi saja just as you said. Cuma bisa berharap keadaan bisa berubah dan industri pertelevisian juga sadar kalo televisi bukan cuma sekedar bisnis, tapi sumber informasi dan hiburan seperti yang teori bilang xD
thanks for the comment!